Pasar Terapung Lok Baintan





Subuh pukul 05.00 waktu Indonesia bagian tengah dalam udara yang dingin saya dengan tiga teman saya berangkat dengan sepeda motor menuju Pasar terapung Lok Baintan. Saya tinggal di kecamatan Martapura yang terkenal dengan beraneka ragam batu permata. Sedangkan Desa Lok Baintan berada di kecamatan Sungai Tabuk, masih dalam satu wilayah yakni Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Kira-kira 75 Km dari tempat tinggal saya atau menempuh waktu sekitar satu jam dengan bersepeda motor.

Pasar terapung merupakan pasar yang sangat terkenal di Kalimantan Selatan dan telah dijadikan objek wisata. Namun selama ini yang terkenal dan banyak dikunjungi wisatawan adalah pasar terapung Muara Kuin yang ada di Banjarmasin.
Untuk menambah wawasan tempat wisata yang menyenangkan, saya akan mengajak anda jalan-jalan ke pasar terapung kedua. Yup! Ternyata di Kalimantan Selatan ada dua pasar terapung; Muara Kuin dan Lok Baintan.

Pasar terapung di desa Lok Baintan sebenarnya sudah sejak lama sama lamanya dengan pasar terapung di Muara Kuin. Pasar ini belum terlalu terkenal karena akses menuju pasar ini lumayan susah dibanding Muara Kuin. Sangat jauh masuk ke pedalaman desa, namun sejak sekitar tahun 2005 dan adanya Visit Indonesia 2008 pasar terapung ini mulai diekspose media massa. Ditambah lagi dukungan pemerintah yang mempermudah jalan menuju pasar tersebut.
Jalanan sepanjang dari kota menuju desa itu di aspal, walaupun tidak mulus karena banjir menjadi sedikit rusak seperti jalan yang berlubang-lubang tapi cukup nyaman untuk mempercepat akses kesana daripada tidak di aspal sama sekali. Kalau dari kota Martapura jika anda ingin menggunakan trasportasi umum, maka anda harus menuju terminal pasar Batuah terlebih dahulu. Terminal ini berada ditengah kota samping masjid agung Al-Karomah. Lalu pilih angkutan desa menuju Sungai Tabuk. Sampai di terminal Sungai Tabuk, anda harus ganti angkot menuju kecamatan Gambut tetapi saat simpang perempatan arah Gambut anda harus turun dan melanjutkan perjalanan yang ada disekitar sana.

Memang lebih repot, khawatirnya anda malahan tersesat karena memang jauh di pedalaman letak pasar terapung satu ini. Tapi disitulah letak petualangan yang mengasyikan. Anda bisa melihat kondisi desa daerah tropis khas Kalimantan, daerah pinggiran Sungai Martapura. Banyak pohon nipah di sepanjang jalan, biasanya daun nipah digunakan untuk atap rumah.
Pasar terapung ini sangat eksotis karena belum terlalu ramai terjamah para wisatawan. Masih sangat original, mereka melakukan transaksi jual beli di atas perahu. Mereka menjual hasil kebun yang selam ini mereka tanam, seperti limau (jeruk), pisang manurun, kangkung, bayam, petai, ketapi, jambu air, nangka belanda (sirsak), kelapa, daun singkong, iwak papuyu (ikan papuyu), iwak haruan, udang galah, wadai (kue), sampai pakaian, dan semuanya itu dijual diatas perahu yang bergoyang-goyang pelan mengikuti riak arus sungai Martapura.

Beginilah kehidupan masyarakat bantaran sungai sedikitnya daratan membuat sungai menjadi lahan alternatif mereka untuk membuka pasar. Sungai sebagai jalan, sungai untuk pasar, sungai untuk mandi dan mencuci, kehidupan sehari-hari terpusat di sungai.

Acil-acil (panggilan untuk penjual wanita; tante) ini mengayuh dayung dengan tangkas tanpa takut terjatuh. Karena ini adalah pengalaman kedua saya naik jukung (perahu), pertama kali waktu saya sekolah dasar. Pengalaman kedua tetap saja membuat saya tegang dan takut kalau jatuh. Saya menumpang jukung Nini Aminah (Nenek Aminah) yang memang ingin pergi ke pasar untuk membeli bahan memasak pada hari itu.

Ibu dari enam anak ini memakai penutup kepala, sejenis kerudung yang diletakkan bertumpuk-tumpuk saling menyilang dari ujung yang satu ke ujung yang lain. Sangat khas gaya wanita dewasa suku Banjar. beberapa penjual di pasar terapung ini juga bergaya sama seperti Aminah, ada juga yang menggunakan tanggui. Tanggui adalah topi yang sangat lebar. lebarnya hampir sama dengn payung. Memang ampuh untuk menghindari panas ditambah lagi acil-acil ini menggunakan pupur basah di wajah mereka untuk mendinginkan kulit wajah yang terbakar kena sinar matahari.
Harganya sangat murah apalagi kalau anda membelinya grosir (jumlah yang banyak) atau diborng semuanya akan jauh lebih murah. Satu perahu diisi sekitar 300 biji limau hanya seharga Rp 30.000. Sayang sekali saya tidak bisa membeli banyak karena saya menggunakan sepeda motor jadi tidak bisa semuanya saya borong. Saya juga membeli buah ketapi, buah yang bikin gemes karena daging buahnya tipis dan biji buah besar sehingga cara memakan buah ini hanya diemut-emut saja seperti permen.
Memang ini adalah pusat grosir hasil kebun, biasanya setelah memborong mereka akan menjual lagi ke pasar yang lain. Seperti Acil Siti akan menjual daun singkong yang baru saja dia beli ke pasar terapung Muara Kuin esok hari. Ada juga Acil Yati yang akan menjual limau madang ke pasar Batuah yang ada di Martapura.

Menyenangkan bisa merasakan pasar di atas air, karena saya sendiri sudah terbiasa dengan pasar konvensional yang ada di darat. Mungkin bagi masyarakat Lok Baintan justru pasar terapung ini biasa, malahan pasar di darat yang ada di kota sesuatu hal yang seru bagi mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indera ketujuh, Indera Proprioseptif

Ide Kegiatan Anak - Merangsang Indera Vestibular

Landmark Baru Kota Samarinda, Menara Lampu Hias dan Patung Kuda di Taman Samarendah